Sabtu, 29 Desember 2012

Keluarga Single-Parent

Keluarga Single-Parent

singleparBanyak yang mengira bahwa menjadi keluarga tunggal maka sama saja dengan menjadi broken home. Tentu saja itu 100% salah. Tidak ada hubungannya antara keluarga tunggal dengan broken home. Memang benar bahwa sebagian keluarga tunggal broken home, namun sebagian keluarga utuh juga broken home. Jadi, broken home bukanlah ciri dari keluarga tunggal.

         Keluarga tunggal adalah keluarga yang sehat. Tidak ada yang salah dengannya. Sepanjang interaksi antar anggota keluarga terus terjadi dan terjalin dengan baik, maka keluarga tunggal bukanlah broken home. Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak terjalin dengan baik; antar anggota keluarga tidak saling terhubung, komunikasinya tidak jalan. Biasanya, justru dalam keluarga tunggal komunikasi akan lebih lancar dan ikatan antara anggota keluarga akan lebih erat.






         Dampak negatif yang dialami anak yang timbul setelah perceraian atau kematian salah satu orangtua mereka biasanya bukan hanya karena perceraian atau kematian itu sendiri. Bahayanya justru datang dari konflik yang mengikuti perceraian itu, atau gara-gara terjadinya gangguan jangka panjang terhadap gaya pengasuhan terhadap si anak yang dilakukan oleh orang dewasa yang terganggu. Oleh sebab itu, Anda harus pulih lebih dahulu sebelum bisa memulihkan anak-anak. Anda harus sehat lebih dulu sebelum bisa membuat anak-anak sehat. Jika Anda tidak kunjung pulih maka boleh jadi Anda mengasuh anak Anda tidak dalam cara-cara yang tepat dan benar, yang bisa mengakibatkan anak Anda bermasalah.

         Keluarga Anda akan menjadi keluarga broken home, apabila pengasuhan yang Anda lakukan terganggu. Jika tidak terganggu, maka broken home tidak akan menjadi bagian dari keluarga Anda. Inilah beberapa perilaku orangtua yang bisa menghasilkan sebuah keluarga broken home:
  • Tidak bisa beradaptasi dalam pengasuhan
  • Terus mengajari anak-anak pelajaran-pelajaran dan berharap anak akan berubah perilakunya.
  • Menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk gagal (selalu terburu-buru di pagi hari, meninggalkan anak-anak tanpa orang dewasa di dekat mereka, tidak menyediakan cukup waktu untuk mendengarkan anak-anak)
  • Bereaksi penuh kemarahan terhadap anak-anak
  • Memiliki motivasi untuk membalas dendam terhadap mantan pasangan atau orang lain
  • Tidak memberikan pilihan pada anak-anak
  • Hanya memberikan sedikit peringatan atau tanpa peringatan sama sekali ketika menghukum anak-anak, sehingga anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mengubah perilakunya.
  • Mengutamakan kehidupan sosialnya sendiri di atas kepentingan anak-anak, atau tidak memiliki kehidupan sosial sama sekali.
  • Sering berganti-ganti pasangan kencan
  • Selalu menunggui anak-anak di manapun mereka berada
  • Tidak menciptakan batasan-batasan
  • Tidak bisa diduga, misalnya marah karena sebuah perilaku hari ini namun tertawa karena perilaku yang sama di hari yang lain
  • Membiarkan anak tidak terkontrol dan tidak hormat kepada orang lain
  • Menyelamatkan anak-anak dari konsekuensinya sebagai anak di usianya
         Hal-hal di atas mengarahkan terjadinya keluarga broken home. Ada pun orangtua yang menyebabkannya biasanya berkilah dan menganggap bahwa dirinya sendiri adalah korban, alih-alih penyebab. Mereka menganggap bahwa dirinya adalah korban perceraian atau kematian pasangan, korban situasi ekonomi, dan korban kondisi sosial, begitu pun anak mereka diposisikan sama.

         Salah satu masalah utama yang pelik yang dihadapi banyak orangtua tunggal adalah masalah finansial, terutama pada ibu tunggal. Apalagi banyak ayah yang setelah bercerai mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah hidup kepada anak-anaknya. Mereka kabur begitu saja. Tak pelak ibulah yang harus menanggung total seluruh biaya pengasuhan anak-anak.

         Papalia, Olds & Feldman (2002) menyebutkan bahwa kemiskinan akan memberikan efek gangguan emosional kepada orangtua, yang kemudian akan mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak-anak. Sudah tentu, oleh karena mengalami gangguan emosional, maka orangtua boleh jadi mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional.

         Beberapa daftar perilaku orangtua di atas merupakan contoh perilaku mengasuh yang muncul sebagai hasil dari gangguan emosional yang di alami orangtua. Alhasil anak-anak pun berpotensi menjadi korbannya, yang bisa berujung pada terciptanya keluarga broken home. Biasanya, ketika seorang ibu tunggal merasa bekerja berlebihan, konflik hubungan orangtua dengan anak cenderung meningkat. Ibu yang demikian menjadi kurang perhatian dan kurang penerimaan, dan anak-anak mereka cenderung menunjukkan perilaku bermasalah.

        Oleh karena itu, Anda harus menyembuhkan diri dulu sebelum mampu berperan sebagai orangtua tunggal yang tangguh. Hanya dengan itu keluarga Anda tidak akan dilabeli sebagai keluarga broken home.


Sumber : http://psikologi-online.com/keluarga-single-parent

0 komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 29 Desember 2012

Keluarga Single-Parent

Keluarga Single-Parent

singleparBanyak yang mengira bahwa menjadi keluarga tunggal maka sama saja dengan menjadi broken home. Tentu saja itu 100% salah. Tidak ada hubungannya antara keluarga tunggal dengan broken home. Memang benar bahwa sebagian keluarga tunggal broken home, namun sebagian keluarga utuh juga broken home. Jadi, broken home bukanlah ciri dari keluarga tunggal.

         Keluarga tunggal adalah keluarga yang sehat. Tidak ada yang salah dengannya. Sepanjang interaksi antar anggota keluarga terus terjadi dan terjalin dengan baik, maka keluarga tunggal bukanlah broken home. Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak terjalin dengan baik; antar anggota keluarga tidak saling terhubung, komunikasinya tidak jalan. Biasanya, justru dalam keluarga tunggal komunikasi akan lebih lancar dan ikatan antara anggota keluarga akan lebih erat.






         Dampak negatif yang dialami anak yang timbul setelah perceraian atau kematian salah satu orangtua mereka biasanya bukan hanya karena perceraian atau kematian itu sendiri. Bahayanya justru datang dari konflik yang mengikuti perceraian itu, atau gara-gara terjadinya gangguan jangka panjang terhadap gaya pengasuhan terhadap si anak yang dilakukan oleh orang dewasa yang terganggu. Oleh sebab itu, Anda harus pulih lebih dahulu sebelum bisa memulihkan anak-anak. Anda harus sehat lebih dulu sebelum bisa membuat anak-anak sehat. Jika Anda tidak kunjung pulih maka boleh jadi Anda mengasuh anak Anda tidak dalam cara-cara yang tepat dan benar, yang bisa mengakibatkan anak Anda bermasalah.

         Keluarga Anda akan menjadi keluarga broken home, apabila pengasuhan yang Anda lakukan terganggu. Jika tidak terganggu, maka broken home tidak akan menjadi bagian dari keluarga Anda. Inilah beberapa perilaku orangtua yang bisa menghasilkan sebuah keluarga broken home:
  • Tidak bisa beradaptasi dalam pengasuhan
  • Terus mengajari anak-anak pelajaran-pelajaran dan berharap anak akan berubah perilakunya.
  • Menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk gagal (selalu terburu-buru di pagi hari, meninggalkan anak-anak tanpa orang dewasa di dekat mereka, tidak menyediakan cukup waktu untuk mendengarkan anak-anak)
  • Bereaksi penuh kemarahan terhadap anak-anak
  • Memiliki motivasi untuk membalas dendam terhadap mantan pasangan atau orang lain
  • Tidak memberikan pilihan pada anak-anak
  • Hanya memberikan sedikit peringatan atau tanpa peringatan sama sekali ketika menghukum anak-anak, sehingga anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mengubah perilakunya.
  • Mengutamakan kehidupan sosialnya sendiri di atas kepentingan anak-anak, atau tidak memiliki kehidupan sosial sama sekali.
  • Sering berganti-ganti pasangan kencan
  • Selalu menunggui anak-anak di manapun mereka berada
  • Tidak menciptakan batasan-batasan
  • Tidak bisa diduga, misalnya marah karena sebuah perilaku hari ini namun tertawa karena perilaku yang sama di hari yang lain
  • Membiarkan anak tidak terkontrol dan tidak hormat kepada orang lain
  • Menyelamatkan anak-anak dari konsekuensinya sebagai anak di usianya
         Hal-hal di atas mengarahkan terjadinya keluarga broken home. Ada pun orangtua yang menyebabkannya biasanya berkilah dan menganggap bahwa dirinya sendiri adalah korban, alih-alih penyebab. Mereka menganggap bahwa dirinya adalah korban perceraian atau kematian pasangan, korban situasi ekonomi, dan korban kondisi sosial, begitu pun anak mereka diposisikan sama.

         Salah satu masalah utama yang pelik yang dihadapi banyak orangtua tunggal adalah masalah finansial, terutama pada ibu tunggal. Apalagi banyak ayah yang setelah bercerai mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah hidup kepada anak-anaknya. Mereka kabur begitu saja. Tak pelak ibulah yang harus menanggung total seluruh biaya pengasuhan anak-anak.

         Papalia, Olds & Feldman (2002) menyebutkan bahwa kemiskinan akan memberikan efek gangguan emosional kepada orangtua, yang kemudian akan mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak-anak. Sudah tentu, oleh karena mengalami gangguan emosional, maka orangtua boleh jadi mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional.

         Beberapa daftar perilaku orangtua di atas merupakan contoh perilaku mengasuh yang muncul sebagai hasil dari gangguan emosional yang di alami orangtua. Alhasil anak-anak pun berpotensi menjadi korbannya, yang bisa berujung pada terciptanya keluarga broken home. Biasanya, ketika seorang ibu tunggal merasa bekerja berlebihan, konflik hubungan orangtua dengan anak cenderung meningkat. Ibu yang demikian menjadi kurang perhatian dan kurang penerimaan, dan anak-anak mereka cenderung menunjukkan perilaku bermasalah.

        Oleh karena itu, Anda harus menyembuhkan diri dulu sebelum mampu berperan sebagai orangtua tunggal yang tangguh. Hanya dengan itu keluarga Anda tidak akan dilabeli sebagai keluarga broken home.


Sumber : http://psikologi-online.com/keluarga-single-parent

Tidak ada komentar:

Posting Komentar